News

terkaya

Titulo

STC dan Pemerintah Yaman Menuju Tata Kelola Bersama yang Stabil


Ketika Perdana Menteri Yaman Salem Saleh bin Braik resmi berkantor di Aden, dia masuk ke panggung politik yang lebih kompleks dari sekadar memimpin pemerintahan sementara. Kota ini sejak 2017 menjadi pusat kekuasaan Southern Transitional Council (STC), dewan politik-militer yang secara de facto telah membentuk pemerintahan otonom di wilayah selatan Yaman. Meski banyak kalangan melihatnya sebagai tantangan, sesungguhnya ini bisa menjadi peluang penting untuk membangun model pemerintahan yang lebih inklusif dan fungsional.

STC didirikan oleh Aidarus al‑Zubaidi, mantan gubernur Aden, bersama sejumlah elite politik dan militer selatan, dengan tujuan mengembalikan otonomi bagi wilayah selatan seperti masa Republik Demokratik Yaman dulu. Kini dia juga menjabat sebagai salah satu wakil presiden PLC di pemerintahan pusat.

Seiring waktu, STC berkembang menjadi struktur pemerintahan alternatif yang menjalankan banyak fungsi administratif di Aden, termasuk pengamanan, pelayanan publik, hingga pengelolaan pendapatan daerah. Dalam konteks ini baik STC maupun pemerintahan Houthi di Sanaa, dapat dianggap sebagai pemerintahakan de facto otonom yang mau tidak mau menjadi bagian dari struktur pemerintahan Yaman secara keseluruhan.

Berbagai pihak internasional mulai melihat peran STC ini sebagai fakta politik yang tak bisa diabaikan. Di tengah situasi perang saudara yang berkepanjangan, keberhasilan STC menjaga stabilitas di Aden dan sekitarnya menjadi modal penting bagi upaya membangun tata kelola baru di Yaman selatan. Seperti wilayah Kurdistan di Irak yang tetap bagian dari negara tapi punya otonomi luas, STC berkembang ke model serupa.

Sistem pemerintahan STC dijalankan melalui dewan kepemimpinan dengan Aidarus al‑Zubaidi sebagai Presiden dan Hani bin Breik sebagai Wakil Presiden, sekaligus menjadi 'perdana menteri' de facto. Mereka membentuk komite administratif, lembaga keamanan, dan struktur keuangan tersendiri. Pendapatan dari pelabuhan, bea cukai, dan sumber lokal dikelola secara mandiri untuk membiayai kebutuhan daerah.

Kendati memiliki APBD de facto yang terpisah dari pemerintah pusat Aden, langkah ini justru menunjukkan kemandirian fiskal yang bisa menjadi inspirasi tata kelola daerah. Sejumlah proyek perbaikan infrastruktur, layanan publik, dan penguatan lembaga lokal berhasil direalisasikan dalam situasi serba terbatas. Ini membuktikan bahwa desentralisasi dapat berjalan efektif bila diatur dengan benar.

STC belum memiliki parlemen formal, namun struktur dewan mereka terdiri dari perwakilan provinsi selatan dan pejabat sipil-militer yang aktif merumuskan kebijakan. Meski belum seformal DPRD, struktur ini mampu merespons cepat kebutuhan keamanan dan sosial masyarakat Aden. Banyak pengamat menilai, dengan pembenahan tata kelola dan legalitas, STC bisa menjadi model pemerintahan daerah yang efektif.

Keterlibatan STC dalam layanan publik di Aden juga membawa keuntungan nyata bagi warga. Keamanan kota meningkat drastis, birokrasi lebih terorganisir, dan banyak unit layanan dasar kembali beroperasi. Beberapa program ekonomi berbasis komunitas diluncurkan untuk mengurangi pengangguran pascaperang.

Meski masih bergantung pada dukungan keuangan dari Uni Emirat Arab, perlahan STC mulai mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan lokal. Bea pelabuhan, cukai, serta kontribusi sektor bisnis lokal menjadi sumber utama anggaran yang bisa diatur tanpa menunggu APBN nasional. Ini menunjukkan potensi kemandirian ekonomi yang layak dikembangkan.

Seperti halnya Kurdistan di Irak, yang meski otonom tetap memiliki hubungan diplomatik dan fiskal dengan Baghdad, STC di Aden bisa diarahkan ke skema serupa. Dengan begitu, masing-masing pihak saling diuntungkan tanpa harus menciptakan ketegangan politik yang merugikan rakyat.

Upaya penyelarasan antara pemerintahan Salem bin Braik dan STC sebenarnya sudah mulai dilakukan melalui berbagai forum koordinasi dan perjanjian Riyadh. Meski belum maksimal, dialog terbuka antara kedua belah pihak memberi harapan bagi pembentukan tata kelola bersama yang lebih harmonis di masa depan.

Di tengah konflik nasional yang belum berakhir, keberhasilan Aden di bawah dualisme kekuasaan ini bisa menjadi cermin bagi daerah lain seperti Marib dan Mukha yang dikuasai Tarik Saleh yang juga wakil presiden PLC. Ketika kepentingan politik mampu diposisikan secara realistis, stabilitas sosial dan ekonomi tetap bisa diwujudkan.

STC juga telah membentuk beberapa perusahaan lokal untuk mengelola pelabuhan, layanan umum, dan pengadaan barang daerah. Meski belum berbadan hukum BUMN nasional, perusahaan-perusahaan ini dikelola profesional untuk mendukung layanan publik dan pembangunan infrastruktur dasar.

Langkah STC memperkuat sistem fiskal lokal turut menciptakan ruang usaha baru bagi masyarakat. Banyak pelaku ekonomi kecil hingga sektor logistik di pelabuhan Aden mulai bangkit. Peluang ini bisa diperluas melalui kerja sama dengan pemerintah Aden untuk menyatukan sistem pajak dan distribusi barang.

Akuntabilitas memang menjadi tantangan, namun STC mulai membuka ruang pengawasan publik lewat media lokal dan lembaga pengaduan masyarakat. Inisiatif ini patut diapresiasi sebagai langkah awal menuju pemerintahan yang lebih transparan dan responsif.

Ke depan, pembentukan lembaga legislatif daerah bisa menjadi agenda strategis untuk memperkuat legitimasi politik STC sekaligus memastikan keseimbangan kekuasaan di selatan. Dengan begitu, kontrol anggaran dan kebijakan tak sepenuhnya bersifat eksekutif.

Kalangan akademisi dan tokoh masyarakat di Aden mendukung gagasan penguatan otonomi daerah dalam bingkai negara persatuan. Mereka menilai, jika dikelola baik, model ini akan menciptakan stabilitas politik jangka panjang, mengurangi beban konflik sektarian, dan mempercepat pemulihan ekonomi.

Kerja sama antara STC dan pemerintah Aden sebaiknya diarahkan ke sistem pemerintahan regional yang saling melengkapi. Masing-masing pihak bisa berbagi tugas sesuai kapasitas dan kewenangan, dengan tetap menjaga persatuan nasional dalam kerangka federal atau semi-federal.

Optimisme ini juga didukung negara-negara Teluk yang melihat kawasan selatan Yaman berpotensi menjadi pusat logistik dan energi regional. Stabilitas di Aden akan berdampak langsung pada keamanan jalur pelayaran Laut Merah dan Selat Bab al‑Mandeb yang vital bagi perdagangan global.

Pada akhirnya, pengalaman Aden dan STC memberi pelajaran berharga bahwa otonomi daerah bukan ancaman, tapi peluang. Dengan pola pengelolaan fiskal yang transparan dan tata kelola pemerintahan yang profesional, wilayah selatan Yaman bisa menjadi model stabilisasi bagi daerah-daerah lain yang masih bergolak.

Jika semua pihak bisa duduk bersama, menyepakati peta jalan otonomi dan pembagian kewenangan secara adil, Yaman berpeluang membangun kembali negaranya dari puing konflik menjadi federasi yang kuat, inklusif, dan mandiri. Aden bisa jadi pintu awalnya.


Powered by Blogger.