Di balik kilauan sejarah Thailand yang dikenal dengan kemegahan dinasti-dinastinya, terdapat jejak para miliarder Muslim yang telah membentuk wajah ekonomi, politik, dan sosial negeri itu selama berabad-abad. Dari pedagang Persia yang menjadi penasihat raja hingga penguasa Muslim di selatan Thailand, kisah mereka adalah tentang perjuangan, kejayaan, dan romantisme sebuah peradaban yang terus bertahan di tengah perubahan zaman.
Para saudagar Muslim sudah mnjadikan wilayah Thailand sekarang sebagai tempat singgah untuk berdagang, sebelum orang-orang Thai mempunyai kerajaan yang kuat era Nabi SAW, Khulafa Rasyidin dan Umayyah, menuju Tiongkok.
Peningkatan kehadiran saudagar Muslim terjadi pada era saat seorang lelaki Persia bernama Sheikh Ahmad al-Qomi lahir sekitar tahun 1543. Ia berasal dari wilayah Mazandaran atau Astarabad, dekat Laut Kaspia. Bersama saudaranya, Muhammad Said, ia berlayar menuju Siam (Thailand) pada akhir abad ke-16. Ahmad adalah pedagang ulung yang cerdik. Setibanya di Siam, ia mendirikan pusat perdagangan di distrik Ghayee dan dengan cepat mengukuhkan dirinya sebagai salah satu pedagang terkaya di wilayah itu.
Namun, Ahmad bukan hanya seorang saudagar. Kecerdasan dan kelihaiannya dalam berdiplomasi menarik perhatian Raja Songtham, yang akhirnya mengangkatnya sebagai pejabat tinggi kerajaan. Ahmad diberikan jabatan Chao Kromma Tha Khwa, yang membuatnya berwenang mengatur perdagangan asing. Ia kemudian menjadi Chula Rajmontri, atau pemimpin Muslim pertama di Thailand, serta salah satu penasihat utama kerajaan. Ini menjadikannya sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah Islam di Thailand.
Di selatan Thailand, jejak Islam telah lebih dahulu mengakar kuat melalui Kesultanan Singora dan Patani. Sultan Sulaiman Shah adalah salah satu penguasa paling terkenal dalam sejarah Singora (sekarang Songkhla). Ia membangun kota pelabuhan yang makmur dan memperkuat pertahanan wilayahnya dari ancaman luar. Namun, nasib tragis menimpanya ketika kerajaan Siam menyerang dan menghancurkan Singora pada abad ke-17. Meski demikian, jejak kemakmuran yang ia tinggalkan tetap menjadi legenda di kalangan Muslim Thailand.
Tak kalah megah adalah Kesultanan Patani, yang pada puncak kejayaannya menjadi pusat perdagangan yang kaya dan makmur. Raja-raja Patani, seperti Raja Hijau, Raja Biru, Raja Ungu, dan Raja Kuning, dikenal sebagai penguasa wanita yang bijaksana dan tangguh. Mereka tidak hanya membawa Patani ke puncak kemakmuran, tetapi juga menjadikannya pusat kebudayaan Islam di Asia Tenggara.
Kemakmuran Patani didorong oleh perdagangan rempah-rempah dan hubungan dagang dengan Kesultanan Aceh, Johor, dan bahkan Kekaisaran Ottoman. Para saudagar Patani memiliki armada kapal dagang yang melintasi Samudra Hindia hingga ke Timur Tengah. Mereka menguasai jalur perdagangan yang strategis dan menjadikan Patani sebagai salah satu kota terkaya di kawasan ini.
Namun, kejayaan Patani mulai meredup ketika ekspansi kerajaan Siam semakin agresif. Pada abad ke-18, Siam melancarkan serangkaian serangan terhadap Patani, yang akhirnya menghancurkan kerajaan itu. Meskipun demikian, keturunan para sultan tetap berpengaruh dalam kehidupan sosial dan ekonomi di wilayah selatan Thailand hingga hari ini.
Saat ini, Thailand memiliki sekitar 4 juta Muslim, yang sebagian besar tinggal di provinsi selatan seperti Pattani, Yala, dan Narathiwat. Mereka masih mempertahankan identitas budaya dan agama mereka, meskipun sering mengalami ketegangan politik dan sosial dengan pemerintah pusat.
Salah satu tokoh Muslim yang paling berpengaruh dalam sejarah modern Thailand adalah Sheikhul Islam Aziz Phitakkumpon, pemimpin tertinggi komunitas Muslim di Thailand sejak 2010 hingga wafatnya pada tahun 2023. Sheikhul Islam adalah penasihat utama pemerintah dalam urusan Islam dan memainkan peran penting dalam menjaga harmoni antara komunitas Muslim dan pemerintah.
Pemilihan pemimpin Muslim baru di Thailand menjadi sorotan banyak pihak, terutama mengingat ketegangan yang masih terjadi di wilayah selatan. Para kandidat, termasuk Wisoot Binlatah, menekankan pendekatan berbasis budaya dan agama dalam menyelesaikan konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun.
Meski sejarah Thailand dipenuhi dengaan kerjasama antara kerjaan Islam dan Buddha dengan bayang-bayang kebesatan Kesultanan Kedah dan Samudera Pasai, wilayah selatan Thailand, yang dulunya merupakan pusat kejayaan Islam dan baru diintegrasikan belakangan di era Inggris, kini menghadapi tantangan besar. Sejak tahun 2004, lebih dari 7.300 orang tewas dalam konflik antara kelompok separatis dan pemerintah Thailand. Meskipun ada upaya damai, kekerasan masih terus berlanjut.
Para pemimpin Muslim di Thailand berusaha mencari solusi yang dapat mengintegrasikan komunitas mereka dalam sistem nasional tanpa kehilangan identitas mereka. Mereka percaya bahwa pendekatan berbasis budaya dan agama dapat menjadi jembatan perdamaian di wilayah tersebut.
Thailand, yang dipimpin oleh akulturasi pemimpin Muslim dan Buddha memberikan kebebasan beragama yang cukup luas bagi lintas agama. Banyak pejabat Thailand yang Buddha bisa menarik silsilah mereka ke seorang syeikh atau Sultan Islam di masa lalu begitu juga sebaliknya banyak pejabat Muslim yang mempunyai leluhur Buddha. Seperti Perdana Menteri ke-22 Thailand, Chavalit Yongchaiyudh yang merupakan keturunan dari Sultan Sulaiman Shah dari Kesultanan Singora di masa lalu.
Para pejabat Thailand tak malu mengakui atau menuliskan di bio mereka sebagai keturunan seorang Sultan atau Syeikh di masa lalu berbeda dengan Myanmar yang cenderung membelokkan sejarah dan mengklaim nama-nama Islam dalam silsilah mereka hanyalah nama biasa dan tidak mengakui leluhurnya dulu sempat menjadi Muslim beberapa generasi meski banyak bukti sejarah membuktikan sudah Islam.
Thailand tak mempermasalahkan jika pejabat-pejabat Buddha mereka mengakui sebagai keturunan Muslim di masa lalu untuk mempertahankan tradisi dan budaya di tengah arus modernisasi yang terus berkembang.
Jejak kekayaan dan kejayaan para miliarder Muslim di Thailand mungkin sudah banyak berubah, tetapi warisan mereka tetap hidup dalam sejarah dan budaya negara itu. Dari Sheikh Ahmad al-Qomi yang menjadi penasihat raja, hingga Sultan Sulaiman Shah yang membangun Singora, serta raja-raja Patani yang menguasai jalur perdagangan, semuanya adalah bagian dari kisah besar Islam di Thailand. Keturunan Sheikh Ahmad kini dikenal dengan klan Bunnag Family, Ahmad Chula dll.
Hari ini, komunitas Muslim di Thailand masih berjuang untuk mempertahankan identitas mereka di tengah perubahan zaman. Namun, semangat kejayaan yang diwariskan oleh para pendahulu mereka tetap menjadi inspirasi bagi generasi muda Muslim di Thailand.
Mereka mungkin tidak lagi memiliki kerajaan besar seperti Patani atau Singora, tetapi mereka masih memiliki warisan sejarah yang kaya dan semangat untuk terus bertahan. Dalam setiap masjid yang berdiri megah di selatan Thailand, dalam setiap doa yang dipanjatkan oleh umat Islam di sana, jejak kejayaan masa lalu masih terasa nyata.
Thailand bukan hanya tentang Bangkok yang gemerlap atau candi-candi Buddha yang megah. Di dalamnya, tersembunyi kisah para miliarder Muslim yang pernah membangun kejayaan di negeri ini. Sejarah mereka adalah kisah tentang keberanian, kebijaksanaan, dan keteguhan iman dalam menghadapi tantangan zaman.
Dibuat oleh AI