News

terkaya

Titulo

Jejak Keturunan Nabi Sulaiman di Dua Benua, Asia dan Afrika


Di dua kawasan dunia yang jauh terpisah, Ethiopia dan Nusantara, hidup legenda yang menyebut adanya keturunan Nabi Sulaiman AS. Di Ethiopia, kisah itu termaktub dalam kitab tua Kebra Nagast, di mana dikisahkan Ratu Sheba (Puteri Balqis) yang berkunjung ke Yerusalem menikah dengan Nabi Sulaiman AS dan melahirkan seorang anak bernama Menelik I. Anak ini konon kembali ke Ethiopia membawa Tabut Perjanjian, dan menjadi cikal bakal berdirinya Dinasti Solomonic pada abad ke-13 di bawah raja Yekuno Amlak.

Dinasti ini bertahan hingga abad ke-20, berpegang pada silsilah suci yang menghubungkan kekuasaan mereka dengan Nabi Sulaiman AS. Kaisar-kaisar seperti Menelik II dan Haile Selassie I terus mengukuhkan legitimasi keturunan ini dalam institusi kekuasaan dan agama Kristen Ortodoks Ethiopia. Namun, seberapa jauh kisah ini didasarkan pada fakta sejarah ataukah sekadar mitologi politik, hingga kini menjadi perdebatan para sejarawan.

Menariknya, di kawasan Nusantara, khususnya di Sulawesi Selatan, tradisi lisan dan teks kuno seperti Tuhfat al-Nafis juga mencatat klaim keturunan dari Nabi Sulaiman AS. Dalam naskah itu disebutkan nama seorang ratu dari Kerajaan Luwu bernama Sitti Mallangkik, yang oleh sebagian orang Bugis diyakini sebagai keturunan Puteri Balqis. Di Sumatera, Orang Bugis menurunkan marga Lubis dll. Jika benar, apakah ini sebuah tradisi lokal yang terbentuk karena pengaruh pedagang Arab, atau benarkah ada hubungan genealogis dengan Timur Tengah?

Selain di Bugis, legenda tentang Nabi Sulaiman AS dan keturunannya di Nusantara juga menyebar melalui hikayat-hikayat Melayu, Minangkabau, Batak Toba khususnya pada tarombo marga Marbun dan bahkan di beberapa komunitas Kalimantan. Di antaranya menyebut bahwa Nabi Sulaiman AS pernah mengutus delegasi ke tanah bawah angin (istilah lama untuk Asia Tenggara), membawa ajaran tauhid dan peradaban. Tetapi apakah mungkin delegasi kerajaan Sulaiman benar-benar mencapai kepulauan Nusantara di masa kuno? Ataukah ini sekadar mitos untuk menghubungkan Nusantara dengan dunia Islam lebih awal dari masa Hijrah?

Klaim ini tidak hanya berkisar soal keturunan, tetapi juga simbol-simbol. Salah satunya adalah cincin Nabi Sulaiman AS, yang diyakini memiliki kekuatan gaib untuk menguasai jin, angin, dan binatang. Dalam tradisi Nusantara, dikenal simbol Tapak Raja Sulaiman yang diukir di keris-keris tua, batu akik, atau relief candi. Bentuknya berupa segel enam penjuru yang menyerupai bintang bersudut enam.

Simbol itu dalam teks Hindu dikenal sebagai Shatkona, simbol penyatuan unsur maskulin dan feminin, langit dan bumi. Dalam tradisi Buddha Vajrayana, bentuk serupa mewakili kesempurnaan kosmis. Apakah ini sebuah kebetulan bentuk geometris universal, atau ada warisan simbolik yang menyebar bersama jalur dagang India, Arab, dan Afrika Timur ke Nusantara? Bila iya, seberapa jauh jejak pengaruhnya bisa dilacak secara material dan filologis?

Dalam konteks Ethiopia, simbol Segel Sulaiman banyak diukir di gereja-gereja batu di Lalibela, digunakan sebagai ornamen perisai dan stempel kerajaan. Di dunia Islam, simbol ini umum ditemukan di manuskrip-manuskrip mistik dan ilmu hikmah. Di Nusantara, selain di Bugis, simbol ini juga ditemukan di relief Candi Sukuh, keris Jawa, hingga jimat-jimat tua di Aceh. Apakah semua ini hasil adopsi budaya Islam setelah abad ke-13, ataukah sisa ingatan kolektif dari jalur kuno yang lebih tua?

Jika benar legenda tentang Nabi Sulaiman AS pernah mengutus utusan ke Nusantara, mungkinkah sisa-sisa peninggalan itu masih dapat ditemukan dalam toponimi lokal, artefak, atau mitos-mitos rakyat? Beberapa sejarawan menandai adanya kemiripan nama seperti Saba di Afrika Timur dan nama-nama tempat di Sumatra atau Sulawesi. Namun tanpa bukti material yang konkret, apakah ini cukup untuk menyimpulkan hubungan historis?

Di beberapa kawasan Minangkabau dan Bugis, terdapat pula legenda bahwa Nabi Ibrahim AS pernah memiliki istri dari kawasan Timur Jauh atau setidaknya keturunannya pernah bermigrasi ke Nusantara. Legenda ini berkembang di luar arus utama historiografi Islam, namun tetap menjadi bagian dari narasi asal-usul marga-marga tua di pedalaman Sumatra dan Sulawesi. Jika ini benar, di manakah titik pertemuan sejarah yang bisa dipertanggungjawabkan antara Timur Tengah dan Nusantara sebelum Islamisasi abad ke-7 M?

Jalur dagang kuno Samudra Hindia yang telah aktif sejak sebelum Masehi memang menjadi medan pertemuan budaya India, Arab, Persia, dan Nusantara. Dengan jaringan ini, apakah mungkin mitos-mitos tentang Nabi Sulaiman AS, Puteri Balqis, dan Tabut Perjanjian terbawa ke Asia Tenggara, lalu diadaptasi ke dalam narasi politik kerajaan-kerajaan lokal untuk menguatkan posisi mereka di hadapan dunia Islam dan Hindu-Buddha?

Kapan sebenarnya tradisi tentang Tapak Raja Sulaiman mulai dipakai dalam keris Nusantara dan relief candi? Apakah sejak pengaruh Gujarat dan Hadhramaut masuk pada abad ke-13, ataukah lebih tua, dibawa bersama jalur pelayaran rempah India-Arab sejak era Sriwijaya abad ke-7? Mengapa simbol ini juga ada dalam teks-teks Hindu dan Buddha yang jauh lebih tua dari kedatangan Islam di Nusantara?

Dan akhirnya, jika benar dinasti Solomonic di Ethiopia dan klaim-klaim keturunan Nabi Sulaiman AS di Bugis berakar dari sumber budaya yang sama, seberapa jauh jejak itu bisa diungkap lewat arkeologi maritim, naskah kuno, atau perbandingan antropologi simbolik? Ataukah semua ini hanyalah narasi yang disusun untuk memberi keagungan pada dinasti-dinasti yang haus legitimasi spiritual di dunia kuno Samudra Hindia?

Powered by Blogger.