News

terkaya

Titulo

Proyek CASA-1000 Siap Hidupkan Listrik Afghanistan 2025


Pembangunan proyek listrik regional terbesar di Asia Tengah dan Selatan, CASA-1000, kini telah memasuki tahap akhir pada pertengahan tahun 2025. Proyek yang telah digagas sejak 2016 ini akhirnya menunjukkan kemajuan signifikan setelah bertahun-tahun menghadapi tantangan politik dan keamanan lintas perbatasan. Dengan nilai investasi sebesar 1,16 miliar dolar AS, proyek ini diharapkan menjadi tulang punggung energi baru bagi Afghanistan yang selama ini mengalami defisit listrik akut.

CASA-1000 merupakan proyek strategis yang akan menyalurkan surplus listrik dari pembangkit listrik tenaga air di Kirgizstan dan Tajikistan ke Afghanistan dan Pakistan. Selama musim panas, kedua negara penghasil listrik tersebut kerap mengalami kelebihan produksi dari bendungan mereka, yang kini akan dimanfaatkan untuk memasok kebutuhan energi ke negara-negara tetangga yang kekurangan.

Proyek ini terdiri dari beberapa bagian penting, termasuk pembangunan jalur transmisi listrik bertegangan tinggi, stasiun konverter HVDC, dan saluran AC sepanjang 477 kilometer dari Datka, Kirgizstan ke Khujand, Tajikistan. Dari situ, listrik akan diteruskan melalui Afghanistan ke Pakistan melalui jalur HVDC sepanjang 750 kilometer yang menghubungkan kota Sangtuda, Tajikistan ke Nowshera di Pakistan.

Bagi Afghanistan, proyek CASA-1000 bukan sekadar proyek transit listrik. Pemerintah sementara Afghanistan telah memastikan adanya modifikasi jalur transmisi eksisting antara Tajikistan dan Afghanistan, yang memungkinkan negara ini menarik tambahan hingga 300 megawatt listrik langsung dari jaringan tersebut. Ini menjadi peluang besar untuk menutup kesenjangan pasokan listrik di berbagai wilayah Afghanistan, khususnya di provinsi-provinsi utara dan timur.

Pada pertengahan 2025, sekitar 90 persen infrastruktur proyek di dalam wilayah Afghanistan telah rampung. Pembangunan menara listrik, jalur HVDC, serta pos konversi di perbatasan Tajikistan dan Pakistan terus dikebut. Proses pengujian awal aliran listrik direncanakan dilakukan pada kuartal terakhir tahun ini sebelum memasuki tahap operasi penuh pada awal 2026.

Manfaat langsung bagi Afghanistan tidak hanya dari suplai energi tambahan, tapi juga dari terbukanya lapangan kerja selama proses konstruksi dan nantinya saat operasional. Ribuan warga Afghanistan telah dilibatkan dalam pembangunan jalur transmisi dan pekerjaan teknis lain di sepanjang lintasan proyek. Selain itu, pemerintah setempat mengharapkan pendapatan dari biaya transit listrik yang melintasi wilayah mereka.

Bagi masyarakat Afghanistan yang selama ini terbiasa dengan pemadaman listrik harian, kehadiran CASA-1000 menjadi harapan baru. Kawasan perbatasan seperti Kunduz, Baghlan, dan Kabul diharapkan menjadi penerima manfaat awal dari tambahan pasokan listrik yang masuk dari utara. Hal ini akan berdampak positif pada sektor industri kecil, rumah sakit, serta jaringan telekomunikasi yang selama ini kerap terganggu akibat kekurangan energi.

Keuntungan strategis lain bagi Afghanistan ialah penguatan posisi negara ini sebagai simpul penting jalur energi di kawasan Asia Selatan dan Tengah. Dengan menjadi bagian dari jaringan CASA-1000, Afghanistan memperoleh status sebagai koridor energi yang akan mempererat hubungan ekonomi regional, sekaligus meningkatkan daya tawar politiknya di hadapan negara-negara tetangga.

Proyek ini juga dipandang sebagai jembatan kerjasama lintas batas setelah bertahun-tahun kawasan Asia Tengah dan Selatan dipenuhi ketegangan akibat isu perbatasan dan konflik internal. CASA-1000 mempertemukan empat negara dalam proyek infrastruktur bersama yang mengedepankan kepentingan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.

Selama proses pembangunannya, proyek CASA-1000 menghadapi berbagai kendala mulai dari situasi keamanan di Afghanistan, perubahan pemerintahan, hingga ketegangan diplomatik antar negara anggota proyek. Meski demikian, komitmen keempat negara untuk menyelesaikan proyek ini tetap terjaga, mengingat manfaat besar yang akan dirasakan masing-masing pihak.

Di Kirgizstan dan Tajikistan, proyek ini menjadi solusi untuk mengurangi pemborosan surplus listrik selama musim panas yang selama ini terbuang sia-sia. Sementara bagi Pakistan, CASA-1000 akan menambah kapasitas listrik nasionalnya hingga 1.300 megawatt, angka yang cukup signifikan untuk menopang kawasan urban seperti Peshawar dan Islamabad.

Pada pertemuan terakhir para menteri energi dari keempat negara peserta proyek yang digelar di Dushanbe awal Juni lalu, diputuskan bahwa pengujian akhir jalur HVDC dan fasilitas konversi akan dimulai Oktober mendatang. Jika sesuai jadwal, proyek CASA-1000 akan resmi beroperasi penuh pada awal tahun 2026.

Pemerintah Afghanistan mengklaim bahwa proyek ini akan mendorong pengembangan industri lokal yang selama ini terkendala pasokan energi. Kawasan industri ringan, pusat logistik, hingga fasilitas pendingin hasil pertanian diyakini akan tumbuh pesat di sepanjang lintasan jalur transmisi listrik ini.

Selain itu, tambahan listrik juga akan memperbaiki layanan publik seperti penerangan jalan, distribusi air bersih, dan operasional fasilitas kesehatan di daerah terpencil. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup warga serta membuka peluang usaha baru di sektor-sektor yang sebelumnya mati suri akibat keterbatasan listrik.

Secara geopolitik, Afghanistan berharap proyek CASA-1000 menjadi contoh keberhasilan kerjasama regional yang dapat diikuti proyek-proyek serupa di bidang transportasi dan perdagangan. Dengan adanya jaringan energi lintas negara, stabilitas kawasan dinilai akan lebih terjaga karena negara-negara peserta memiliki ketergantungan ekonomi satu sama lain.

Seiring mendekati waktu penyelesaian, masyarakat Afghanistan menyambut positif kehadiran proyek ini. Di beberapa kota, warga bahkan mulai membentuk koperasi energi yang nantinya akan mengelola distribusi listrik tambahan dari CASA-1000 secara mandiri di tingkat desa.

Meskipun tantangan keamanan masih menjadi perhatian utama, pemerintah sementara Afghanistan dan aparat keamanan setempat menyatakan kesiapan penuh untuk menjaga seluruh jalur transmisi dan stasiun konversi yang tersebar di wilayah mereka. Langkah ini penting demi memastikan kelancaran operasi CASA-1000 setelah resmi beroperasi.

Dengan berbagai manfaat strategis dan sosial yang dibawanya, CASA-1000 dinilai menjadi proyek regional paling penting di Asia Tengah-Selatan dalam dua dekade terakhir. Jika berjalan sesuai rencana, proyek ini bukan hanya akan menerangi Afghanistan, tapi juga mempererat integrasi ekonomi kawasan yang selama ini terpisah oleh konflik dan rivalitas geopolitik.

Krisis Listrik Pakistan

Meski memiliki beberapa pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), Pakistan hingga kini masih mengalami krisis listrik kronis yang berdampak luas terhadap kehidupan sehari-hari dan sektor industri. Negara dengan lebih dari 240 juta penduduk ini tercatat memiliki empat reaktor nuklir aktif yang tersebar di Karachi dan Chashma, dengan total kapasitas sekitar 3.500 megawatt. Namun kapasitas tersebut hanya menyumbang sebagian kecil dari total kebutuhan nasional yang mencapai lebih dari 30.000 megawatt di musim puncak.

Krisis listrik di Pakistan disebabkan oleh kombinasi buruknya manajemen energi, infrastruktur yang usang, ketergantungan berlebihan pada bahan bakar impor, serta utang perusahaan listrik negara yang terus menumpuk. Pemadaman bergilir masih menjadi pemandangan biasa di banyak kota besar seperti Lahore, Peshawar, dan Karachi, terutama saat musim panas ketika konsumsi melonjak akibat penggunaan pendingin ruangan. Meski pemerintah beberapa kali berjanji akan menyelesaikan persoalan ini, krisis tetap berulang tiap tahun.

Selain kapasitas yang terbatas, operasional PLTN Pakistan juga terkendala faktor keamanan dan pengawasan internasional yang ketat. Sebagai salah satu negara pemilik senjata nuklir di luar perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT), Pakistan menghadapi kesulitan dalam mendapatkan teknologi nuklir sipil dari negara-negara maju. Akibatnya, perluasan jaringan listrik berbasis nuklir sulit dilakukan dalam waktu singkat.

Kondisi ini membuat Pakistan terpaksa mengimpor listrik dari Iran untuk wilayah perbatasan Balochistan dan kini sangat berharap pada proyek CASA-1000 untuk menutupi defisit di kawasan barat laut. Ironisnya, meskipun memiliki kemampuan nuklir militer, Pakistan belum mampu menjadikan tenaga nuklir sebagai solusi dominan dalam memenuhi kebutuhan listrik domestik.

Andai saja Afghanistan memiliki fasilitas PLTN seperti Pakistan, situasi ketenagalistrikan di negara itu mungkin bisa jauh lebih stabil. Afghanistan memiliki potensi menjadi negara transit energi sekaligus produsen listrik jika dapat memanfaatkan tenaga nuklir secara damai. Selain sumber air dari pegunungan Hindu Kush, cadangan uranium alami di beberapa wilayah Afghanistan bisa menjadi modal untuk pengembangan energi nuklir di masa depan.

Jika skenario Afghanistan membangun PLTN terwujud, negara itu dapat mengatasi defisit listriknya sendiri dan mengurangi ketergantungan pada pasokan listrik dari tetangga. Selain itu, Afghanistan bisa menjadi eksportir listrik ke Asia Tengah, Pakistan, bahkan India bagian utara. Pembangkit listrik tenaga nuklir dapat ditempatkan di kawasan aman seperti Bamiyan atau Panjshir, yang relatif stabil secara politik dan geologis.

Namun, membangun PLTN di Afghanistan bukan tanpa tantangan. Situasi keamanan yang belum sepenuhnya pulih dan ketatnya pengawasan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menjadi kendala utama. Selain itu, pengembangan teknologi dan SDM di bidang nuklir masih sangat minim. Afghanistan juga harus lebih dulu membangun infrastruktur dasar dan regulasi energi nuklir sebelum mengembangkan proyek sebesar itu.

Jika Afghanistan memiliki PLTN, sektor industri seperti pengolahan mineral, tekstil, dan logistik dipastikan akan berkembang pesat. Banyak wilayah yang selama ini gelap gulita akan mendapat pasokan listrik stabil, mendukung layanan pendidikan, kesehatan, dan ekonomi digital. Pertumbuhan ekonomi diharapkan melonjak, dengan pembukaan ribuan lapangan kerja di sektor teknik, konstruksi, dan operasional.

Dari perspektif geopolitik, kepemilikan PLTN di Afghanistan bisa mengubah peta kekuatan kawasan. Negara itu bisa lepas dari posisi sebagai konsumen pasif menjadi pemain strategis dalam perdagangan energi regional. Afghanistan dapat menawarkan listrik murah ke negara tetangga, sekaligus menegosiasikan akses pelabuhan atau jalur dagang sebagai imbal balik.

Namun, dunia internasional tentu akan menyoroti ketat proyek nuklir Afghanistan, mengingat pengalaman buruk konflik berkepanjangan. Diperlukan jaminan kuat bahwa fasilitas nuklir hanya digunakan untuk tujuan damai dan tidak jatuh ke tangan kelompok ekstremis. Kerjasama internasional serta keterlibatan IAEA menjadi syarat mutlak jika skenario PLTN Afghanistan ingin direalisasikan dengan aman dan stabil.

Pembangkit Listrik Kawasan

📌 Apakah Ada PLTN di Kyrgyzstan, Tajikistan, Kazakhstan, atau Turkmenistan?

Kazakhstan adalah satu-satunya di antara keempat negara itu yang pernah memiliki PLTN aktif. Pada masa Uni Soviet, Kazakhstan mengoperasikan sebuah reaktor nuklir bernama BN-350 di kota Aktau (Mangyshlak) di pesisir Laut Kaspia. Reaktor itu mulai beroperasi pada 1973 dan digunakan untuk pembangkit listrik, desalinasi air laut, dan penelitian. Namun, reaktor ini resmi dinonaktifkan pada tahun 1999. Hingga sekarang, Kazakhstan belum memiliki PLTN aktif, meskipun dalam beberapa tahun terakhir pemerintah Kazakhstan beberapa kali mengumumkan rencana untuk membangun PLTN baru, terutama untuk memenuhi kebutuhan energi di wilayah selatan yang kekurangan pasokan.

Kyrgyzstan, Tajikistan, dan Turkmenistan tidak memiliki PLTN sama sekali hingga saat ini. Kedua negara pertama (Kyrgyzstan dan Tajikistan) sangat bergantung pada pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dari sungai-sungai pegunungan mereka. Sementara Turkmenistan sepenuhnya bertumpu pada gas alam untuk pembangkit listrik, tanpa satupun fasilitas tenaga nuklir.

📌 Bagaimana Kabar Proyek Pipa Gas Turkmenistan–Afghanistan–Pakistan–India (TAPI)?

Proyek TAPI (Turkmenistan–Afghanistan–Pakistan–India pipeline) adalah proyek pipa gas raksasa sepanjang 1.814 km yang dirancang untuk membawa 33 miliar meter kubik gas per tahun dari ladang gas Galkynysh di Turkmenistan ke Afghanistan, lalu ke Pakistan, dan akhirnya ke India. Proyek ini sudah lama dirancang sejak 1990-an, tapi terus mengalami penundaan karena isu keamanan di Afghanistan dan ketegangan politik kawasan.

Perkembangan terakhir (2024–2025):

Bagian Turkmenistan telah selesai sepenuhnya dan sudah siap untuk disambungkan ke bagian Afghanistan.

Pekerjaan konstruksi di Afghanistan sempat tertunda karena situasi keamanan, meski pemerintahan Taliban saat ini menyatakan komitmen penuh untuk menjamin keamanan jalur pipa dan berharap proyek ini bisa jadi sumber devisa dan lapangan kerja.

Pakistan terus menyatakan minatnya, apalagi di tengah krisis energi nasional yang masih berlangsung. Namun, kendala finansial dan ketegangan keamanan di perbatasan Afghanistan–Pakistan membuat progres lambat.

India saat ini posisinya tidak aktif dalam proyek karena hubungan buruk dengan Pakistan dan keamanan di kawasan Afghanistan, sehingga progres TAPI kemungkinan hanya sampai ke Pakistan dulu, sebelum tahap ke India bisa dilanjutkan.

Proyek TAPI masih berjalan di atas kertas dan sebagian konstruksi, namun belum operasional penuh. Turkmenistan sangat berharap proyek ini aktif karena akan menjadi jalur penting untuk mengekspor gas ke Asia Selatan, sementara Afghanistan melihatnya sebagai sumber pendapatan transit yang signifikan.


Powered by Blogger.