News

terkaya

Titulo

Rp 500 Miliar: David Aswin Tanuseputra Pendeta Kaya dari Surabaya

MILIARDER BATAK -- Pendeta David Aswin Tanuseputra yang ditengarai menumpuk kekayaan dari sumbangan jemaat Gereja Bethany, ternyata sudah lama didengar kalangan Kristologi. Tak heran jika anak lelaki Pendeta Abraham Alex Tanuseputra (Ketua Umum Majelis Sinode Gereja Bethany Indonesia) ini diduga memiliki kekayaan hingga Rp 500 miliar. Namun cara mendapatkan kekayaan dari uang jemaat, dinilai telah melenceng dari ajaran Kristen. Bahkan pakar Kristologi, Menahem Ali, menyebut cara seperti itu sama halnya dengan menjual Yesus.

“Gereja sekarang sudah memakai acuan Cho Ye Suk (Bahasa China, red) yang artinya menjual Yesus,” ungkap Menahem Ali yang juga dosen Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, dihubungi Jumat (14/6).

Menurut Menahem Ali, gereja sekarang hampir sama seperti perusahaan. “Gereja Bethany itu kan gereja Protestan dan termasuk ke dalam gereja perpuluhan. Maksudnya mengambil 10 persen penghasilan dari jemaatnya,” terang dia dihubungi melalui telepon.

Itu pula yang dilakukan Pdt David Aswin maupun pendeta lainnya. Mereka mencoba mengambil keuntungan dari perpuluhan tersebut. Sedang untuk pendetanya, menurut Menahem Ali, juga sudah berbeda dengan pendeta zaman dulu. Pendeta sekarang, orientasinya kini lebih ke bisnis. “Makanya tak heran gereja-gereja sekarang berdiri di mall-mall, dan pendeta sekarang lebih ke pendeta selebritis karena akrab ke dunia bisnis,” tutur pria yang pandai berbahasa Ibrani ini.

Untuk Gereja Bethany, menurut dia, akar permasalahannya sudah lama. Kata Menahem Ali, yang bersengketa itu pendeta Abraham Alex dengan menantunya sendiri. Oleh sebab itu umat pun menjadi terbelah. Ketidakjujuran soal transparansi dana dari jemaat Gereja Bethany juga menjadi salah satu penyebab persengketaan tersebut.

“Apalagi kalau pimpinan gerejanya itu otoriter, maka transparansi dana pun menjadi tak jelas,” tandas Menahem Ali.

Ia menjelaskan dalam Kristiani terbagi menjadi 3 mazhab besar, yakni mazhab ortodok, Katolik, dan Protestan. Untuk gereja Katolik dan ortodok, kebanyakan tidak ada sistem perpuluhan. Sementara untuk gereja Protestan itu kebanyakan memakai sistem perpuluhan. 10 persen tersebut diambil dari penghasilan Jemaat setiap bulannya.

“Tidak usah kaget bila di gereja Protestan pendetanya naik Mercy, tapi jemaatnya naik sepeda onthel. Nah uang untuk membeli Mercy itu dari mana?” tanyanya. Jadi menurutnya sudah biasa seorang pendeta sekarang berbisnis. “Di Jakarta saya pernah menemui seorang pendeta mempunyai investasi perumahan,” imbuhnya.

Menahem Ali menuturkan saat ini gereja juga bukan sekedar sebagai tempat pembinaan, gereja juga digunakan sebagai tempat untuk melakukan transaksi bisnis. Begitu juga yang terjadi di Gereja Bethany Indonesia. “Saya melihat saat ini di gereja itu sistemnya menjadi seperti ini. Instansinya gereja dengan menjual produk Yesus, pembelinya jemaat, dan salesnya itu pengurus gereja, sehingga sulit dibedakan gereja dengan perusahaan itu sendiri. Bedanya gereja bersifat rohani,” beber dia.

Menurutnya untuk zaman sekarang meniadakan gereja dengan bisnis itu sendiri impossible (tidak mungkin). “Contohnya saja banyak gereja di mall-mall, dan bukan di bangunan permanent. Jangan kaget kalau pengurus mengambil keuntungan dari jemaat gereja,” ungkapnya.

Bila memang benar pengurus gereja Bethany, termasuk Pdt Aswin “memakan” uang para jemaatnya, menurut Ali, itu dapat dibuktikan. Sebab bukti-bukti transaksi itu pasti ada. Jika jemaat memperkarakannya, aparat penegak hukum bisa mengusutnya. “Karena gereja Bethany sendiri pasti menulis anggaran penerimaan dan pengeluaran itu berapa,” jelas pria yang juga hafal Al-kitab ini.

Sebenarnya, lanjutnya, di luar negeri konsepnya juga sama. Namun, gereja di luar negeri lebih transparan soal dana jemaatnya. “Bedanya di luar negeri dengan di Indonesia ini hanya persoalan kultur saja, sementara modelnya sama, kualitasnya ini yang tidak sama. Dengan moto Bethany success family, gereja Bethany memakai Teologi Kemakmuran yang dapat diartikan sebagai Teologi kekayaan,” ungkap Ali.

“Di setiap khutbahnya para pendeta Bethany selalu mengatakan tentang teologi kemakmuran atau kekayaan, supaya para jemaatnya ini menjadi kaya. Bila sudah kaya maka akan ada timbal baliknya dengan gereja,” tandas pria berwajah kalem ini. Di gereja Bethany juga banyak jemaatnya yang melakukan bisnis antar jemaat.

Sementara itu ketika dihubungi semalam, juru bicara Gereja Bethany Indonesia Pendeta Reno tak mau berkomentar apapun. “Maaf mas saya lagi rapat, ini ramai sekali,” kelit Pdt Reno dihubungi via ponselnya.

Apa yang diungkapkan Menahem Ali, ada benarnya. Buktinya, saat Pdt Leonard, salah satu pendiri Gereja Bethany, meminta pertanggung jawaban Pendeta Abraham Alex, selama memimpin Bethany masa pelayanan 2003-2007. Termasuk meminta pertanggung jawaban atas sumbangan dari jemaat. Namun, pihak Pendeta Abraham Alex menolak permintaan itu. Karena itulah, Pdt Leonard membawa permasalahan ini ke sengketa publik.

Sumber
Powered by Blogger.