News

terkaya

India Melesat Ekspor Senjata, Indonesia Tertinggal

Titulo

India kembali mencetak sejarah dalam industri pertahanan dengan masuk dalam jajaran 25 besar negara pengekspor senjata di dunia. Keberhasilan ini tidak datang tiba-tiba, melainkan hasil dari konsistensi pengembangan teknologi militer dan kebijakan industri pertahanan yang proaktif dalam beberapa dekade terakhir. Data terbaru menunjukkan bahwa India mencapai nilai produksi pertahanan tertinggi sepanjang sejarah pada tahun fiskal 2023-2024, yakni sebesar Rs 1,27 lakh crore atau sekitar Rp 240 triliun.

Keberhasilan tersebut tidak hanya terlihat dari angka produksi, namun juga dari produk yang diekspor. Di antara andalan ekspor India adalah rudal BrahMos, sistem roket Pinaka, dan pesawat Dornier. Produk-produk ini telah dikirim ke berbagai negara sahabat di Asia, Afrika, dan bahkan Amerika Latin. India pun kini dipandang sebagai negara berkembang yang berhasil mengintegrasikan kebutuhan militer dalam negeri dengan peluang pasar global.

Bandingkan dengan Indonesia, yang hingga kini belum masuk daftar negara pengekspor senjata utama dunia. Meskipun memiliki beberapa industri pertahanan seperti PT Pindad, PT PAL, dan PT Dirgantara Indonesia, ekspor alutsista Indonesia masih terbatas, baik dari sisi volume maupun jangkauan negara tujuan. Produk ekspor Indonesia umumnya berupa senjata ringan, kendaraan taktis, hingga kapal patroli kelas menengah, namun belum mencapai skala atau diversifikasi seperti India.

India mendapat keuntungan dari kemitraan strategis dengan negara-negara seperti Rusia dan Prancis dalam membangun teknologi, yang kemudian diadaptasi dan dikembangkan sendiri. Investasi besar dalam riset dan pengembangan telah mendorong produksi dalam negeri yang bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan internal, tapi juga berdaya saing di pasar global. India bahkan telah membentuk Defence Export Promotion Scheme yang memfasilitasi diplomasi militer dan promosi produk buatan lokal ke luar negeri.

Sementara itu, Indonesia masih berjuang dengan tantangan klasik seperti keterbatasan anggaran riset, ketergantungan pada komponen impor, dan birokrasi yang menghambat percepatan ekspor. Walau pemerintah melalui Kementerian Pertahanan telah mencanangkan kemandirian industri pertahanan, pencapaian konkret dalam bentuk peningkatan ekspor masih belum signifikan.

Langkah India juga diperkuat dengan konsolidasi BUMN pertahanan dalam satu kerangka kebijakan industri yang terkoordinasi. Di Indonesia, sinergi antara BUMN pertahanan masih terkesan parsial dan belum optimal dalam mendorong inovasi bersama maupun penetrasi pasar luar negeri secara agresif. India, sebaliknya, menjadikan ekspor alutsista sebagai bagian dari strategi diplomasi luar negerinya.
Program ‘Make in India’ yang dicanangkan sejak 2014 turut mendorong industri pertahanan sebagai sektor unggulan. Pemerintah India memberi insentif pajak, kemudahan perizinan, hingga pendampingan promosi untuk pelaku industri yang ingin masuk ke pasar internasional. Hal ini memicu peningkatan investasi dalam negeri dan masuknya modal asing untuk pengembangan sistem persenjataan lokal.

Di sisi lain, Indonesia juga telah mencanangkan program ‘Making Indonesia 4.0’, namun belum secara spesifik menjadikan industri pertahanan sebagai prioritas ekspor. Fokus Indonesia masih lebih besar pada pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan kerja sama transfer teknologi dari luar negeri, bukan pada dorongan ekspor.

Kekuatan India dalam memproduksi dan menjual sistem rudal seperti BrahMos menjadi simbol keberhasilan penguasaan teknologi tinggi dalam sektor militer. Rudal tersebut hasil kerja sama dengan Rusia namun dikembangkan secara signifikan oleh India hingga mampu ditawarkan ke negara lain. Ini berbeda dengan pendekatan Indonesia yang sebagian besar masih berperan sebagai pengguna akhir teknologi alutsista.

Kementerian Pertahanan India juga menjalin kerja sama intensif dengan sektor swasta dalam pengembangan senjata. Pendekatan ini menciptakan ekosistem yang lebih dinamis dan inovatif, sehingga mampu mempercepat proses produksi sekaligus menurunkan biaya. Di Indonesia, partisipasi sektor swasta dalam industri pertahanan masih terbatas, seringkali terganjal regulasi atau dominasi BUMN.

Ekspor India bahkan mencakup pasar yang sebelumnya didominasi oleh negara-negara besar seperti Amerika Serikat atau Cina. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas produk India mampu bersaing di pasar global. Untuk Indonesia, capaian seperti ini masih menjadi target jangka panjang yang memerlukan reformasi sistemik.

India juga aktif memamerkan produknya dalam ajang pameran pertahanan internasional seperti Aero India dan DefExpo. Lewat ajang ini, India berhasil menjalin kontrak penjualan dan membuka jalur diplomatik melalui alutsista. Indonesia pun mengikuti langkah serupa dengan keikutsertaan dalam Indo Defence, namun belum membuahkan hasil ekspor yang signifikan.

Meski tertinggal, peluang Indonesia masih terbuka lebar. Potensi sumber daya manusia, posisi geografis strategis, serta infrastruktur industri yang mulai tumbuh menjadi modal dasar. Namun, agar bisa menyaingi India, diperlukan reformasi mendalam, konsistensi kebijakan, dan investasi berkelanjutan dalam teknologi pertahanan.

India membuktikan bahwa negara berkembang pun mampu menjadi pengekspor senjata kelas dunia jika ada kemauan politik dan strategi jangka panjang yang jelas. Indonesia kini berada di persimpangan: tetap menjadi pasar atau mulai menjadi pemain global dalam industri pertahanan.

Di tengah situasi geopolitik yang dinamis, kemampuan mengekspor alutsista bukan hanya soal keuntungan ekonomi, tapi juga mencerminkan kekuatan diplomasi dan kemandirian strategis suatu negara. India sudah menunjukkan jalannya, kini saatnya Indonesia memutuskan langkah berikutnya.

Dengan menjadikan industri pertahanan sebagai prioritas nasional, Indonesia dapat memperkuat pertahanan sekaligus meraih peluang ekonomi global. Jika tidak, Indonesia akan terus tertinggal dari negara-negara seperti India yang telah lebih dulu menyadari pentingnya kekuatan industri militer.

Ke depan, pertanyaan penting bukan lagi apakah Indonesia bisa menyaingi India, melainkan kapan Indonesia akan mengejar ketertinggalan dan menjadikan industri pertahanan sebagai ujung tombak diplomasi serta pertumbuhan ekonomi.

Powered by Blogger.