Haji Isam, nama yang sudah tidak asing lagi di dunia bisnis Indonesia, terutama di sektor perkebunan, pertambangan, dan energi. Pengusaha asal Kalimantan Selatan ini berhasil membangun kerajaan bisnisnya dengan strategi yang terukur, inovasi yang konsisten, serta keberanian mengambil risiko di sektor-sektor yang strategis. Di balik kesuksesannya, ada banyak pelajaran yang bisa dipetik oleh para pebisnis lain, termasuk mereka yang berada dalam ekosistem Paytren dan 212 Mart.
Keberhasilan Haji Isam tidak datang begitu saja. Ia membangun bisnisnya dari nol dengan kerja keras dan strategi ekspansi yang agresif. Salah satu perusahaan yang berada di bawah naungannya, Jhonlin Agro Raya (JARR), mengalami tantangan besar pada tahun 2024 dengan penyusutan pendapatan sebesar 13,01 persen secara tahunan menjadi Rp3,864 triliun. Penurunan ini dipicu oleh melemahnya penjualan Fatty Acid Methyl Ester sebesar 5,7 persen serta anjloknya penjualan Tandan Buah Segar (TBS) hingga 77,01 persen.
Namun, di tengah tekanan tersebut, JARR justru mampu meningkatkan efisiensi bisnisnya. Beban pokok penjualan turun 16,61 persen, yang membuat laba kotor naik 24,9 persen menjadi Rp3,383 triliun. Selain itu, beban umum dan administrasi yang menurun hingga 48,1 persen memberikan dampak positif pada laba usaha yang melonjak 65,07 persen menjadi Rp416,18 miliar. Bahkan, laba bersih tahun berjalan meningkat drastis sebesar 237 persen menjadi Rp260,72 miliar dibandingkan Rp77,2 miliar pada tahun sebelumnya.
Keberhasilan JARR dalam menjaga profitabilitas meskipun pendapatan menurun mencerminkan strategi bisnis yang solid. Salah satu faktor utama yang membuat perusahaan Haji Isam tetap bertahan adalah efisiensi operasional dan diversifikasi bisnisnya. Hal ini seharusnya menjadi inspirasi bagi pebisnis lain, terutama yang bergerak di sektor ekonomi berbasis umat seperti Paytren dan 212 Mart.
Paytren, yang digagas oleh Ustaz Yusuf Mansur, memiliki potensi besar sebagai platform keuangan digital berbasis syariah. Namun, untuk mencapai kesuksesan seperti perusahaan Haji Isam, Paytren perlu lebih agresif dalam inovasi teknologi, diversifikasi layanan, dan ekspansi pasar. Dengan melihat strategi efisiensi yang dilakukan JARR, Paytren dapat menerapkan pendekatan serupa dengan mengoptimalkan sumber daya dan mengurangi beban operasional yang tidak efisien.
Sementara itu, 212 Mart yang mengusung konsep ekonomi berbasis gotong royong juga bisa belajar dari kesuksesan Haji Isam. Salah satu kelemahan utama 212 Mart adalah kurangnya skala ekonomi yang cukup untuk bersaing dengan ritel modern lainnya. Dengan mengadopsi strategi ekspansi yang dilakukan oleh Haji Isam, 212 Mart dapat memperkuat jaringan distribusi, meningkatkan daya saing harga, dan membangun sistem operasional yang lebih efisien.
Selain efisiensi, Haji Isam juga dikenal dengan keberaniannya dalam mengambil risiko bisnis. Ia tidak ragu untuk masuk ke sektor-sektor yang memiliki potensi besar, meskipun diwarnai tantangan tinggi. Hal ini terlihat dari bagaimana ia mengembangkan bisnisnya di sektor perkebunan, energi, dan bahkan aviasi. Model keberanian seperti ini bisa ditiru oleh Paytren dan 212 Mart, yang sejauh ini masih terlihat ragu dalam melakukan ekspansi besar-besaran.
Kunci lain dari keberhasilan Haji Isam adalah kemampuannya dalam membangun jaringan yang kuat, baik dengan pemerintah, mitra bisnis, maupun komunitas lokal. Dalam dunia bisnis, jaringan adalah salah satu faktor penentu sukses. Paytren dan 212 Mart dapat memperluas pengaruh mereka dengan lebih banyak bermitra dengan institusi keuangan syariah, pelaku usaha Muslim, serta komunitas bisnis lainnya agar dapat membangun ekosistem yang lebih solid.
Selain strategi bisnis yang kuat, Haji Isam juga dikenal dengan kontribusinya terhadap sosial dan keagamaan. Ia aktif dalam kegiatan sosial, membangun infrastruktur untuk masyarakat, serta mendukung kegiatan keagamaan. Konsep bisnis yang mengedepankan kesejahteraan masyarakat ini sejalan dengan visi Paytren dan 212 Mart yang ingin membangun ekonomi umat. Namun, agar lebih berdampak, kedua entitas ini harus lebih proaktif dalam menciptakan nilai sosial melalui bisnis mereka.
Salah satu tantangan utama dalam bisnis berbasis umat adalah kesinambungan dan daya saing di pasar. Banyak usaha berbasis syariah yang gagal berkembang karena kurangnya strategi bisnis yang matang dan lemahnya pengelolaan keuangan. Belajar dari Haji Isam, Paytren dan 212 Mart harus lebih profesional dalam manajemen bisnis, memiliki strategi jangka panjang yang jelas, serta menerapkan tata kelola yang transparan.
JARR berhasil menunjukkan bahwa efisiensi operasional dan diversifikasi bisnis adalah kunci keberlanjutan di tengah tantangan ekonomi. Paytren bisa mengambil inspirasi dengan tidak hanya berfokus pada layanan pembayaran digital, tetapi juga mengembangkan ekosistem keuangan yang lebih luas, seperti investasi berbasis syariah dan layanan keuangan mikro untuk usaha kecil.
Sementara itu, 212 Mart dapat mengadopsi model ekspansi berbasis kemitraan yang lebih terstruktur, dengan memastikan bahwa setiap gerai memiliki dukungan logistik yang memadai dan strategi pemasaran yang efektif. Tanpa strategi yang tepat, bisnis ritel berbasis syariah akan kesulitan bersaing dengan raksasa minimarket yang sudah mapan.
Salah satu langkah konkret yang bisa dilakukan oleh Paytren dan 212 Mart adalah meningkatkan penggunaan teknologi dalam operasional mereka. Haji Isam selalu mengadopsi teknologi terbaru dalam bisnisnya, baik di sektor perkebunan maupun industri lainnya. Dengan digitalisasi yang lebih kuat, bisnis berbasis syariah dapat meningkatkan efisiensi dan memberikan pengalaman yang lebih baik bagi pelanggan.
Haji Isam juga membuktikan bahwa skala bisnis yang besar bisa dicapai dengan strategi yang tepat. Paytren dan 212 Mart perlu berpikir lebih besar dan berani mengambil langkah-langkah ekspansi yang lebih agresif. Selama ini, banyak bisnis berbasis syariah yang berkembang terlalu lambat karena kurangnya keberanian dalam berekspansi ke level yang lebih tinggi.
Kemandirian ekonomi umat dapat terwujud jika ada pelaku usaha yang memiliki visi besar, eksekusi yang tepat, dan keberanian mengambil risiko seperti Haji Isam. Paytren dan 212 Mart memiliki potensi besar untuk tumbuh lebih besar, tetapi hal itu hanya bisa dicapai jika mereka mulai menerapkan strategi yang lebih profesional dan berorientasi pada efisiensi serta inovasi.
Masa depan ekonomi berbasis syariah di Indonesia sangat bergantung pada bagaimana para pengusaha Muslim belajar dari kesuksesan pebisnis besar seperti Haji Isam. Dengan menerapkan strategi yang tepat, bisnis berbasis umat dapat berkembang lebih cepat dan memberikan dampak yang lebih besar bagi masyarakat.
Jika Paytren dan 212 Mart ingin mencapai tingkat kesuksesan yang sama, mereka harus mulai berpikir secara strategis, berani mengambil risiko, serta mengoptimalkan sumber daya yang ada. Dengan demikian, ekonomi umat dapat tumbuh lebih kuat dan menjadi bagian penting dalam perekonomian nasional.
Dibuat oleh AI